Judul: Lovasket
Series: Lovasket, #1
Penulis: Luna Torashyngu
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit: Juni 2007
Jumlah halaman: 312
Rating: êêêê¶
Savira Priskila adalah salah satu siswa SMA Altavia, SMA
swasta termewah di Bandung. Bersama gengnya, The Roses, ia menjadi cewek paling
berpengaruh di SMA tersebut. Apalagi ditunjang dengan kekayaan ayahnya yang
merupakan direktur Bank Central Buana, dan hubungan dekatnya dengan Robi yang
merupakan anak dari pemilik Yayasan SMA Altavia. Dia juga atlet basket SMA
tersebut dan telah menyabet gelar top
scorer dan most valuable player
di ajang kompetisi basket SMA se-Jawa-Bali. Kurang apa coba?
Nah, masalah dimulai ketika ayah Vira dituduh melakukan
tindak korupsi. Seluruh kekayaannya, sampai baju-bajunya, disita oleh pihak
kejaksaan. Ia dan ibunya harus pindah ke rumah kecil di perumahan sederhana
sambil jualan lotek untuk menyambung hidup. Tak cukup sampai di situ, Robi,
pacarnya, tega memperlakukannya sebagai sampah. Stella, temannya di The Roses
juga memperlakukannya dengan sadis demi memeroleh kaus emas basket SMA Altavia.
Puncaknya adalah ketika ia dikeluarkan dari SMA Altavia karena kasus ayahnya
dianggap telah mencoreng nama sekolah.
Akhirnya ia pindah ke SMA 31 Bandung, SMA pinggiran dan tak
terlirik sama sekali. Di sana, ada satu masalah yang membelit siswa-siswinya. Kepala
sekolah berencana akan menghapus separuh dari jumlah kegiatan ekstrakulikuler
agar tidak boros biaya. Semua siswa yang ikut ekskul jelas kalang kabut
dibuatnya, termasuk siswa yang ikut ekskul basket. Mengingat ekskul itu tidak
pernah mencetak prestasi, mereka pun ketar-ketir.
Niken, sang ketua OSIS, melihat kemampuan Vira sebagai
pemain basket berbakat. Niken pun mengajak Vira untuk bergabung dengan tim
basket SMA 31. Sayangnya, Vira nggak mau. Katanya basket bisa membangkitkan
kenangan buruknya tentang sekolah lamanya.
“…dan gue nggak mau lo juga dirusak hal-hal kayak gini. Terus terang, gue sedih waktu lo keluar dari Altavia. Lo satu-satunya harapan gue untuk menjaga kehormatan tim basket kita. Walau sikap lo di sekolah kadang-kadang egois dan suka seenaknya, tapi gue percaya lo masih menjunjung nilai-nilai sportivitas dalam olahraga. Gue juga selama ini nggak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah kelakuan Robi. Tapi kali ini, gue nggak bisa tinggal diam. Robi udah kelewatan dan merusak kehormatan tim basket cewek Altavia,”
--o--
Ceritanya klise. Bahkan ending tentang nasib tim basket SMA
31 dan SMA Altavia pun sebenarnya udah ketebak sejak aku baca sinopsis yang ada
di belakang buku. Kenyataan kalau novel ini berserilah yang agak bikin
penasaran: gimana ending buku terakhirnya
ya?
*malah mikirin ending
buku terakhir*
Tapi ada satu hal yang berhasil bikin novel ini
terselamatkan: cara Luna Torashyngu bercerita entah kenapa bikin aku nggak
bosan-bosannya, justru pengen baca terus-terusan. Nuansa basket yang disuguhkan
pun punya nilai plus sendiri. Entah kenapa aku jadi bisa bayangin keadaan di
lapangan. Ya sebagai orang yang sedikit tahu tentang basket, aku cukup menikmati
narasi yang disajikan Luna.
Tapi untuk beberapa hal, ada kekurangan dalam novel ini yang
agak “gimana” gitu.
Pertama, untuk masalah penghapusan ekskul. Ini agak aneh.
Kepala sekolahnya tega amat sih -,-. Terus ngomong-ngomong, kayaknya pramuka
itu dimana-mana udah jadi ekskul wajib deh. Walaupun yang ikut cuma sedikit,
ekskul yang satu ini tetap wajib, soalnya udah ada peraturannya (peraturan apa
aku nggak hapal sih yang jelas emang ada peraturannya). Terus seriusan sekolah
ini nggak ada PKS (Petugas Keamanan Sekolah)nya? Duh, kere bener nih sekolahan.
Kedua, untuk masalah papa Vira yang tersangkut kasus
korupsi. Kalau semua tersangka koruptor mendadak dimiskinkan seektrem papa
Vira, kayaknya Indonesia bisa bebas korupsi dalam waktu singkat deh. Sayangnya di
Indonesia, para tersangka koruptor cuma dimiskinkan sekian belas persen aja
dari semua kekayaannya. Nah, kalau di novel ini? Pemiskinannya berlebihan. Masak
sampai banyak baju mahal yang ikut disita? Emang baju kalau dijual laku ya?
*ini kenapa ngelantur*
Adegan cinta-cintaan di sini nggak banyak. Hanya untuk bumbu
penyedap di akhir bagian. Terus ending
nya juga bikin penasaran. Pengen buruan ngacir ke Lovasket 2 sih, tapi masih
nunggu antrian T_T
Aku juga bingung, selama ini aku jarang kasih bintang di
atas tiga untuk teenlit. Ini kenapa
tiba-tiba ada empat?
Tapi yang jelas, untuk ukuran cerita seklise ini, Luna
pintar mengolah ceritanya. Recommended
buat teman-teman pecinta teenlit yang nggak kebanyakan cinta-cintaan.
Review Seri Lovasket:
Lovasket, #1
Lovasket, #2
Lovasket, #3
Review Seri Lovasket:
Lovasket, #1
Lovasket, #2
Lovasket, #3
aku pecinta Lovasket... 1-3 udah baca...
ReplyDeletetinggal yang ke-4 ini yang belum sempet baca...
eh, lebih tepatnya belum sempet beli, hehe.. :)
halo anonim, kayaknya kita sehati deh :3
Deleteaku juga blm beli yang ke 4