Friday, February 7, 2014

[Review] Ayahku Idolaku, Anakku Sahabatku - @NasihatAyah

Judul: Ayahku Idolaku, Anakku Sahabatku

Penulis: H.I.M (@NasihatAyah)

ISBN13: 9789799651982

Penerbit: Visimedia

Jumlah halaman: 154

Tanggal terbit: November 2013

Rating: 3/5



Thanks a lot, Visimedia. Sering-sering tebar buntelan ya ^^


Berpikirlah sebelum Anda menasihati anak Anda karena bagaikan sebuah kaset rekaman, nasihat Anda akan diputar ulang di otak anak Anda suatu waktu.

Perlu Anda perhatikan bahwa doa bukanlah senjata ampuh sesuai dengan keinginan karena Tuhan melihat sebuah doa dari kesungguhan dan kebutuhan anda.

Figur ayah terbaik tidak lagi sebatas hebatnya ayah dalam mencari nafkah. Figur ini juga lekat dengan pola asuh apa yang Anda berikan untuk anak anda.

Aku tertarik baca buku ini karena aku sempat menjelajah di timeline @NasihatAyah waktu itu. Walau biasanya aku agak antipati sama selebtweet, nyatanya akun @NasihatAyah not bad. Tweetnya kadang membuatku merasa dekat dengan ayah saat aku ada di tanah rantau. Ketika selebtweet lain nun jauh di sana hampir selalu mengangkat tema galau-galauan, LDR-LDRan, jones-jonesan, @NasihatAyah menawarkan tema yang berbeda dengan kawan-kawannya.

Ya walau sebenarnya aku belum memfollow akun ini *kemudian ditabok*.

TKP


Oh ya, balik lagi ke buku. Ayahku Idolaku, Anakku Sahabatku merupakan buku pengembangan diri yang menurutku cukup inspiratif. Banyak ilmu yang bisa didapat dari buku ini. Sayangnya, sepertinya penulis memposisikan diri pembaca sebagai bapak-bapak muda. Sebenarnya lewat judulnya saja kita bisa melihat kalau target pembaca buku ini adalah para lelaki-lelaki kece yang udah punya anak, tapi sepertinya sampul buku ini mengaburkan segalanya. Mungkin untuk target pembaca yang seperti itu, cover buku bisa... umm... diganti. Karena cover buku seperti ini mungkin akan lebih pas jika ditujukan kepada target pembaca perempuan muda ababil.


Inti dari buku ini adalah mengajarkan kepada ayah-ayah bagaimana cara mendidik anak yang baik. Ya, mengajarkan. Pure mengajarkan. Model yang dipakai penulis di buku ini kayak... nah pembaca, kalian harus gini loh, kalau anak kalian begini kalian harus begini, kalian jangan begitu. Pembaca belum diijinkan untuk menyimpulkan sendiri uraian penulis. Walau sebenarnya aku agak terganggu, aku menganggap metode menulis seperti ini baik-baik saja. Tidak semua pembaca akan mempersepsikan tulisan si penulis sama seperti harapan penulis apalagi kalau yang baca beneran bapak-bapak, maka sepertinya cara "mengajarkan" seperti ini lebih aman dipakai.

Oh ya, ada beberapa kalimat dalam buku ini yang menurutku agak nggak efektif. Aku nggak tahu harus meminta pertanggungjawaban editor atau penulis. Contohnya:

Sekarang lebih banyak anak percaya terhadap orang lain selain ayahnya (karena sang ayah kurangnya ilmu) dan banyak yang tidak menghargai pengorbanan ayahnya dalam menghidupinya (kemajuan teknologi membuat para orangtua harus bekerja lebih keras untuk memberikan apa yang diminta anak dalam hal teknologi).  -p19
sebenarnya maksud dari kata-kata dalam kurung itu apa sih?

Coba kita renungkan bagaimana perasaan mereka yang telah ditinggalkan orangtua mereka, mereka yang tidak pernah tahu bagaimana wajah orangtuan mereka, mereka hendak menunjukkan kesuksesan, tetapi Tuhan menjemput nyawa orangtua mereka, dan mereka yang telah membiarkan orangtua mereka hingga akhir hidupnya.  -p57
agak capek ngebaca kalimat ini ya~

Penulis menyelipkan kisah-kisah inspiratif dalam buku ini. Kalau kisah favoritku sih sepertinya kisah milik teman penulis, ketika ayah teman penulis itu meninggal ketika temannya sedang mengikuti lomba syair. Itu kisah nyata beneran kan? Kenapa ceritanya nyesek banget -_-

Lihat, setelah kau mencoba apa yang kamu takuti untuk dicoba, hal baik itu ternyata tak sesulit yang kamu kita kan? Bersemangatlah.

Namun bagian yang membuatku menyukai buku ini adalah bagaimana penulis bisa mengobok-obok hatiku dan membangkitkan lagi kenanganku bersama ayah. Entah kenapa waktu membaca buku ini, apalagi di bab-bab akhir, aku kembali ingat hal-hal yang dulu aku dan ayah lakukan bersama.

Sejenak aku bersyukur karena aku membaca buku ini di rumah, bukan di tanah rantau. Bisa galau kali ya kalau aku baca buku ini di Jogja -_-

Oh ya, ada beberapa puisi yang ditulis oleh penulis. Sepertinya si penulis berbakat menjadi penulis puisi.
Aku masih menunggu karya-karya selanjutnya loh, pak penulis :)

Oleh-oleh buat para pembaca yang lagi kangen bingit sama ayahnya:

src

4 comments:

  1. wow, pengikutnya udah 130 rb ya? biasanya anak kalo udah dewasa jadi ga gitu deket sama ayah, entah kenapa. jadi penasaran sama bukunya

    ReplyDelete
    Replies
    1. penasaran? beli aja bukunya mbak :D (kenapa jadi promosi?)

      Delete
  2. Terima kasih sudah mereview ya. :)
    jujur, lugas, dan menemukan tepat dimana titik lemah buku ini.
    Perjalanan menjadi buku ini jujur terlalu singkat. Pengalamannya sudah cukup, tapi penulisannya terlalu cepat waktunya. Sehingga beberapa tulisan dirasa tidak "mengenakkan" untuk dibaca bisa langsung ditemukan oleh wenny :)

    oke, di goodreads juga sudah dibalas kok. :) semoga tetap memberikan kesan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah mampir :)
      sepertinya waktu pengerjaan yang terlalu singkat sering menjadi kendala para penulis. hehehe... saya tunggu karya selanjutnya.

      Delete

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...