Judul: Remember When
Penulis: Winna Efendi
ISBN13: 9789797804879
Penerbit: Gagasmedia
Jumlah halaman: 260
Tanggal terbit: Maret 2011
Rating: 3/5
“Being able to live with or without someone is just a matter of perspective,”
Anggia dan Adrian merupakan pasangan ideal. Adrian yang pemain basket dan Anggia yang bunga sekolah memang pasangan yang bisa membuat semua orang iri. Begitu pula dengan Moses dan Freya. Moses yang ketua OSIS berotak brilian dan Freya yang selalu mendapat nilai baik juga sangat cocok.
Freya-Anggia dan Moses-Adrian adalah dua pasang sahabat dekat. Moses dan Adrian bahkan sudah bersahabat sejak mereka lahir di bulan yang sama.
Namun segalanya tak lagi sama, ketika hati mulai terpaut dengan hati yang tak seharusnya...
--o--
Dengan sangat sedih, harus kuakui bahwa ini adalah karya pertama Winna Efendi yang benar-benar aku baca sampai tuntas. Huhuhu...
Membaca track record Winna yang bagus, novelnya yang mulai berjejer untuk diadaptasi menjadi film, rating karya-karyanya di Goodreads yang cukup baik, membuatku memasang harapan yang tinggi pada Remember When. Apalagi sepertinya dalam waktu dekat, Remember When akan segera membioskopkan diri.
Tapi sepertinya aku memilih novel yang salah untuk memulai penjelajahanku akan karya-karya Winna Efendi.
Aku nggak suka pengkhianatan :D apalagi ketika pengkhianatanlah yang menang. Namun dalam novel ini, aku dipaksa untuk menelan pengkhianatan yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya.
Diceritakan dari sudut pandang kelima tokohnya (oh ya, tokoh kelima, Erik, sahabat Freya, menurutku nggak terlalu penting untuk dijelaskan dan --oh, sepertinya juga nggak terlalu penting untuk dijadikan sudut pandang tambahan) agak bikin bingung sih. Mungkin kalau cuma diceritakan lewat sudut pandang dua tokoh saja (IYKWIM tokoh mana aja yang aku maksud), gaya penceritaannya akan jadi lebih nyaman.
Alurnya terlalu lambat. Terus terang aku mengalami kebosanan akut membaca bagian-bagian awal novel ini, sampai akhirnya Adrian mulai buka suara dan konflik mulai terlecut.
Aku suka cara Winna Efendi mulai mengorek-ngorek perasaanku menjelang ending, walaupun aku tetap kecewa sama endingnya. Endingnya terlalu mudah. Dan terlalu mengecewakan, baik cara pengolahannya maupun jalan ceritanya. Serius, aku nggak suka endingnya -_- That's not happy ending ya, please.
Aku benci banget sama semua tokohnya. Oke, kecuali Moses. Aku pengen punya pacar kayak dia. Serius.
"Terus Wen, kenapa kamu kasih tiga bintang padahal kamu nggak suka?"
Novel ini punya beberapa kelemahan, tapi aku tetap bisa menikmatinya. I don't know ya kenapa bisa begini. Silakan tanyakan pada rumput yang gagal bergoyang karena tertimbun abu vulkanik .
saya br baca beberapa buku winna efendi, yg ini blum pernah... yg paling keren buat saya justru buku non fiksinya, yg tips nulis fiksi itu loh hehehe...
ReplyDeleteiya, aku sering denger tentang buku itu, tapi belum baca sendiri *shy*
Delete