Tuesday, December 6, 2016

[Review Film] Sabtu Bersama Bapak


SABTU BERSAMA BAPAK

Abimana Aryasatya sebagai Gunawan Garnida
Ira Wibowo sebagai Itje
Arifin Putra sebagai Satya
Deva Mahenra sebagai Cakra
Acha Septriasa sebagai Rissa
Sheila Dara Aisha sebagai Ayu
Ernest Prakasa sebagai Firman
Jennifer Arnelita sebagai Wati
Rendy Kjaernett sebagai Salman


Penasaran sama ceritanya?


Kalau kalian sempat baca di komentarku di post review novel Sabtu Bersama Bapak, di situ tertulis jelas bahwa aku agak khawatir film ini ternyata nggak sesuai ekspektasiku. Jelas saja, Sabtu Bersama Bapak adalah salah satu novel favoritku sepanjang masa yang berhasil memaksaku menggelontorkan lima bintang. Sering dikecewakan film adaptasi membuatku underestimate duluan.

Tapi pesona tiga manusia berbudi luhur lagi rupawan ini mau tak mau memaksa gadis labil ini untuk menonton filmnya juga.

Tokoh Gunawan Garnida, sang bapak, diperankan dengan apik oleh Abimana Aryasatya. Tatapan matanya yang tajam, suaranya yang tegas, dan kumisnya yang dusyalala itu memang membuatnya sangat cocok memerankan tokoh ini. Gunawan memang tak banyak muncul dalam film ini, tapi perannya sangat vital. Dan Abimana berhasil mengambil peran dengan sangat baik.

Si tjakep Arifin Putra memerankan tokoh Satya, si sulung yang perfectionist dan berkemauan keras. Menurutku sesuai banget sama Satya yang ada di novel. Physically, akang Arifin Putra emang terganteng sepanjang masa. Aktingnya udah luwes banget karena mungkin jam terbangnya emang udah tinggi.

Deva Mahenra, yang akhir-akhir ini emang lagi wara-wiri di dunia perfilman, memerankan Cakra si jomblo ngenes kronis-akut. Akting awkwardnya saat bertemu Ayu berhasil membuatku ketawa-ketawa aneh.

Ira Wibowo memerankan Ibu Itje. Aku udah nggak perlu ngomentarin akting dari aktris yang satu ini kan ya?

Acha Septriasa memerankan tokoh Risa dengan apik pula, mungkin sekali lagi urusan jam terbang. Sementara itu Ayu yang diperankan oleh Sheila Dara Aisha menurutku terlihat agak terlalu belagu untuk disebut sebagai gadis kalem. Apa perasaanku aja atau Ayu kelihatan agak ngeselin di film ini ya?



Garis besar cerita kurang lebih sama dengan alur cerita novelnya, makanya aku memang menganjurkan untuk membaca review novelnya dulu. Namun ada beberapa detail cerita bagian Satya yang diubah, mungkin untuk memperjelas konflik yang dialami si sulung ini. Kabar baiknya, penambahan scene ini membuat cerita Satya menjadi lebih greget karena memunculkan suatu klimaks. Cerita Satya dan Cakra yang terpisah ternyata diolah dengan porsi yang sama. Tadinya aku berpikir porsi Cakra akan lebih banyak, tetapi terbukti ternyata aku emang sok tahu. Keduanya diperlakukan seadil-adilnya, membuatku sukses jatuh cinta pada keduanya, Apalagi dua-duanya tjakep. Shifting antarcerita juga mulus dan tidak membuatku bingung, thanks buat perbedaan latarnya.

Munculnya Wati (Jennifer Arnelita) dan Firman (Ernest Prakasa) menjadikan cerita di kantor Satya menjadi sangat fresh. Apalagi peran Jennifer yang kocak abis membuat suasana film ini lebih cerah ceria.



Memasangkan Abimana dengan Ira Wibowo menurutku menjadi challenge tersendiri buat yang bikin film. Memang susah menjodohkan pemeran Ibu Itje yang harus hidup dari muda hingga tua dengan pemeran Gunawan yang mati muda. Aku berpikir mungkin Abimana harusnya jadi kakaknya Satya atau gimana. Tiap dua orang ini punya scene barengan, apalagi pas dansa dan peluk-pelukan, aku merasa mereka emang nggak cocok dijadiin pasangan. Tapi akting mereka berdua emang jempolan sih, ya udah deh.

Oh ya, jika di novel anak Satya ada tiga, di film ini Satya hanya punya Rian dan Miku. Dani menghilang ditelan macan. Sayangnya, akting Rian dan Miku nggak beda jauh kayak aktingku pas berperan jadi apoteker di video tugas mata kuliah Komunikasi dan Konseling Farmasi. Nggak sih, itu penghinaan. Tapi menurutku mereka kaku banget. Dan pemeran Miku kayak nggak lancar bahasa Indonesia.

Dan aku perhatikan di sekitar menit ke 25 saat Ibu Itje nutup telpon dari Cakra, editannya agak menyedihkan. Ini si ibu suaranya masih telpon-telponan tapi hpnya udah dipelas, terus beberapa detik kemudian tiba-tiba kelihatan masih nempelin hp ke kuping, gitu lah kebolak-balik pokoknya. Agak annoying sih menurutku.



Scene favorit:
Pas bagian Satya marah-marah ke Risa dan Satya mengucapkan "'jadi %^&*(*&* itu sia-sia" berkali-kali dengan nada yang semakin tinggi dan endingnya klimaks banget. Itu menurutku super, bikin merinding. Tapi takut suaranya Arifin Putra jadi serak terus batuk-batuk sih jadinya hahaha.

Banyak yang bisa dipelajari dari film ini. Salah satu hal yang berkesan dari film ini buatku adalah:

"Saling melengkapi bukanlah tugas dari pasangan kita. Melengkapi diri kita adalah tugas dari diri kita sendiri.".

Overall, I like this movie. Nyatanya emang nggak semua film adaptasi kualitasnya di bawah novelnya kok. Aku jadi kepikiran untuk menonton lebih banyak film adaptasi.

Setelah semua UAS ini berakhir.


πŸ’•πŸ’•πŸ’•πŸ’•



4 comments:

  1. melengkapi diri kita. Eheeem, bener sich, semua peran harus dicoba. Baca novelnya aku udah nangis, gimana nontonya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. yuk nonton kak, filmnya bagus juga

      Delete
  2. Ngomong2 yg meranin Miku dia ini emang orang Indonesia tp lamaaaa di luar negri -Paris tepatnya- main2lah ke FB mamaknya Rosita Sihombing

    ReplyDelete

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...