Halo dunia, Wenny habis ngerjain soal UTS botani farmasi yang iyuuuh banget nih, makanya baru bisa merombak postingan ini :D
Kali ini Widy Bookie yang kece badai kedatangan tamu loh, siapa tamunya? Pengen tahu aja apa pengen tahu banget? Langsung cek di bawah ya mumumu :*
Tipe Pembaca Buku: Poligami atau Monogami??
Halo, perkenalkan, nama saya
Dinoy. Saya adalah pemilik blog buku www.dinoybooksreview.wordpress.com. Karena punya blog buku, ya pastinya saya
suka baca buku, dong. Dan kali ini saya akan membahas tentang kebiasaan saya
membaca buku. Seperti judul artikel yang saya pilih, maka dengan bangga
sekali saya mau bilang kalau saya adalah pembaca “poligami”. Maksudnya
gimana, sih? Yeaah, kebiasaan baca saya tuh; suka ninggalin buku pas masih di
tengah perjalanan membaca, dan beralih ke buku lain yang kelihatannya lebih
menarik. Ini sering terjadi kalau saya merasa tidak nemu kecocokan atau tak
nyaman baca buku tersebut. Ya pikir saya, daripada dipaksain mending ditinggal
dulu, toh, nanti kalau ada mood baru
deh dilanjutin baca buku itu lagi. Sementara menunggu mood-nya datang ya baca buku lain dulu. Hal ini juga erat kaitannya
dengan sifat saya yang bosenan. Ho oh banget! Saya tuh gampang bosan (tapi
saya rasanya bisa setia kok kalau jadi pasangan hidup) ketika melakukan sesuatu.
Teringat saat kecil, Mama pernah
bilang kalau saya sudah suka sama satu baju, baju itu bakal dipakai
teruus-terusan, eh tapi ntar kalau udah bosen ya bakal tidak atau jarang
dipakai lagi. Haha! (ps: itu zaman masih kecil, bajunya masih lumayan banyak,
sekarang sih ya bajunya segitu-gitu doang, hehe. #abaikan). Jadi, ketika saya
sudah punya minat akan sesuatu, biasanya saya akan gencar menggeluti dan
membahas satu minat tersebut dalam kurun waktu tertentu. Namun ketika menemukan
ada cela dalam hal tersebut, biasanya saya bakalan drastis mengurangi atau
meninggalkan kegiatan itu. Kembali ke kebiasaan baca. Kebosanan dan
kekurangtelatenan saya dalam hal membaca itu kelihatan banget di currently reading di Goodreads. Jadi ya
sejak kenal media sosial yang satu ini, saya jadi punya kebiasaan update status lagi baca buku apa, sampai
halaman mana, terus mencatat kesan setiap sampai di halaman tersebut. Sisi
baiknya, ya jadi ada catatan buat persiapan bikin resensi lengkap. Sisi
buruknya, tuh jadi kelihatan betapa kepoligamian saya dalam hal membaca... masa
buku yang sedang dibaca sampai ada sembilan buku!! Huahahaha.... Jangan sampai
sih ada orang yang salah memuji, “Hebat bener bisa banyak baca buku dalam
sekali waktu??”. Enggaaak, yang ada malah kelihatan banget suka mutung di
tengah jalan kalau isinya kurang menarik, hihihi, bahkan ada satu buku yang
saya terakhir baca di tahun 2012, sudah hampir dua tahun dan belum selesai!
Alamaak. #selftoyor
ini aibnya mbak Dini :D |
Monogami atau poligami??
Sebaiknya sih memang ketika
memutuskan membaca satu buku, ya konsisten membaca itu sampai selesai baru
ganti baca buku yang lain. Kenapa? Karena dari situ kita bakalan benar-benar
bisa mengikuti runutan ceritanya dengan baik dan nyambung. Kalau bukunya udah
nggak menarik, kenapa dong perlu dibaca sampai tuntas?? Mengasah ketelatenan
kita juga, apalagi nih kalau kita memang serius ingin menjadikan hobi baca
sebagai profesi yang menghasilkan. Nah, ini kerasa banget setelah saya jadi
editor dan proofreader. Nggak
mungkin, dong, saya meninggalkan naskah yang lagi diperiksa di tengah jalan??
Mau nggak dikasih kerjaan lagi sama si penerbit?? Huhu, jangan sampai, deh.
Pernah sih ketika membaca suatu naskah yang saya nggak sreg banget dan
bertanya-tanya, kenapa penerbit memilih meloloskan naskah ini sih?? Saya lalu
teringat kebiasaan baca buku yang suka terhenti di tengah jalan karena menuruti
mood membaca. Lalu saya pun berpikir,
di kerjaan ini saya tidak dalam kapasitas bisa pilih-pilih bacaan. Maka membaca
buku yang sudah jadi pun rupanya bisa juga menjadi latihan kesabaran dan
ketelatenan. Setidaknya, ketika saya menuntaskan buku tersebut meski
terseok-seok, saya akhirnya bisa menilai kenapa saya nggak merasa nyaman dengan
buku tersebut? Apakah alurnya yang membosankan? Penulisannya yang tidak rapi? Logika
ceritanya karut marut, atau apa?? Kalau saya membacanya hanya setengah, mana
bisa menilai dengan utuh, kan?
Lalu kenapa masih Poligami??
Oh well, saya tidak mau jadi seperti pepesan kosong, yang hanya
berkoar-koar tapi tidak melakukannya sendiri. Ya, sampai sekarang kebiasaan
ganti-ganti bacaan sebelum satu buku tuntas itu juga masih ada. Saya berpikir,
saya masih bisa membedakan kapan saya bekerja dan kapan saya hanya sebagai
pembaca. Saya juga nggak mau membaca buku karena terpaksa, kan niatnya juga
penyegaran selain belajar. Namun, sudah ada konsep dalam diri saya bahwa saya
HARUS menyelesaikan buku yang saya telah mulai membaca; semembosankan dan
sejelek apa pun itu menurut saya. Caranya, ya setidaknya saya selesai baca satu
bab, baru boleh ganti baca buku lain yang lebih menarik. Setelah mood-nya lebih enak, balik lagi baca
satu bab lagi buku yang masih terdaftar di current
read di Goodreads. Begitu deh, sampai satu buku habis baru saya boleh
menambahkan satu buku baru lagi sebagai selingan. Haha, kapan kelarnya dong
yaa! :)))
Yah intinya sih saya tetap
menganggap baca buku sebagai hobi, maka harus menyenangkan. Namun hobi buku itu
juga mengandung sebuah tanggung jawab, karena saya juga memilih bekerja sesuai
hobi. Kalau mau cari kambing hitam nih
ya, kebiasaan poligami membaca ini
semakin menjadi sejak saya juga punya hobi baru; menimbun buku. Gara-gara diskonan, tertarik teman-teman yang menjual buku koleksi pribadinya,
atau bahkan kemakan promosi buku sehingga membeli buku baru dengan harga normal.
Makanya stok buku pun bertumpuk, padahal waktu membaca bukannya semakin
bertambah, tapi malah semakin terdesak dengan kerjaan. Jadinya ya gitu, baca
satu buku... bosan di tengah-tengah... lalu melirik timbunan buku yang banyak
menarik, ya udahlah comot satu untuk dijadikan pelampiasan dari baca buku yang
bosenin tadii....
Jadi, adakah teman-teman di sini
yang menganut monogami dalam hal membaca buku? Ada saran yang lebih jitu untuk
bikin saya bertobat dari pelaku poligami membaca?? Ditunggu ya sarannya!
Hohoho. ^^
kayaknya makanannya enak ya mbak *salah fokus*
*Pencurhat*
Dini Novita Sari, panggil saja Dini atau Dinoy. Suka ceriwis di akun
Twitter @dinoynovita, tapi katanya sih pendiam kalau ketemu langsung
(percaya??). Suka meresensi buku
dan bikin kuis-kuis dari jatah kerjaan meriksa naskah, di blog bukunya yang
kece badai cetar membahana: www.dinoybooksreview.wordpress.com.
Mampir-mampir, yaaa! ^_^
------------------------------------------------------------o----------------------------------------------------------------
Hehehe, habis ini kamu pasti kepoin mbak Dini, iya kan? Iya dong pastinya.
Sebelum kamu kepoin mbak Dini lebih lanjut, kamu boleh banget loh baca interviewku sama mbak Dini. Boleh banget loh, BOLEH BANGET! *Wen -_-*
1. Tolong dong mbak, perkenalkan diri mbak buat pembaca
blogku. Yang lengkap ya, mulai dari nama, umur *eh*, tempat tinggal, pekerjaan,
nama pacar *Wen -_-*, ya pokoknya selengkap mungkin deh ya mbak.
Hehehe. Haloo, nama lengkapku Dini Novita Sari. Aku
biasa dipanggil dengan nama depanku, tapi karena nama itu sering dijumpai,
haha, maka aku menciptakan nama panggilan lain yaitu Dinoy. Aku saat ini
tinggal di sebuah daerah di Jawa Timur yaitu Gresik, dan sedang bekerja secara
lepas sebagai pemeriksa naskah. Hm, suka baca buku dari lama, tapi punya hobi
tambahan menimbun buku dari sekitar setahun lalu -__- Aku juga suka nulis, dan
pernah mendokumentasikan tulisanku di tiga buku: Traveling Note Competition,
Get Lost, dan Antravelogi. Cukup deh yaa perkenalannya. ^^ Oh yaa, blog bukuku
jangan lupa diintip: www.dinoybooksreview.wordpress.com (mbak kamu kok promosi terus -_-) (digampar)
2. Ceritain dong mbak
bagaimana ceritanya (?) mbak Dinoy jadi suka baca.
Hmmm... *menggali-gali memori* sudah sejak kecil sih yaa, suka baca. Mungkin ini hobi turunan, papa dan mamaku suka baca. Dulu sih selalu ada koran di rumah untuk dibaca. Terus mulai baca komik-komik seperti Donal Bebek, atau serial cantik. Pas di sekolah juga kenal perpustakaan jadi bertambah deh referensi bacaannya. Beranjak remaja, suka baca novel-novel yang dibeli sama kakak. Dia cowok, tapi dia nggak membatasi genre bacaannya. Inget banget, bisa baca dua novel Icha Rahmanti yaitu Beauty Case dan Cintapuccino ya gara-gara koleksi si mas. Lalu ada satu novel yang bener-bener menginspirasiku dan kubaca saat SMU, yaitu Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh karya Dee, ya karena kakak yang beli dan aku nebeng baca. Hehehe. Makin dewasa, sudah punya penghasilan sendiri ya jadi makin banyak bacaannya karena bisa beli buku sendiri. ^^.
3. Buku kayak gimana sih yang mbak dinoy sukai? Apa ada
buku tertentu yang nggak bisa mbak lupakan sampai sekarang saking bagusnya?
Terus ada nggak buku yang bikin mbak sebel banget dan bikin trauma (?) buat
baca buku-buku sejenis atau buku-buku karya penulis yang sama atau buku
terbitan penerbit yang sama?
Hm, genre bacaan favoritku tuh romance, drama, dan
perjalanan. Buku yang nggak bisa dilupain, yang jadi favorit itu sebenernya
banyak. Tapi yang paliing aja yaa.... Aku pilih dua: fiksi yaitu Supernova:
Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh (Dee) karena memang ceritanya keren banget
juga gaya berceritanya asyik, dan nonfiksi yaitu Titik Nol (Agustinus Wibowo)
karena menurutku kisah Kak Agus di situ benar-benar menginspirasi, bagaimana
kehidupan pribadinya dikuak dengan gaya bahasa yang sangat apik. Supernova 1
bikin aku semakin semangat menulis saat SMU, dan Titik Nol kasih aku inspirasi
saat lagi merevisi naskah bukuku.
Buku yang bikin sebel juga banyak, lebih karena nggak
suka sama gaya berceritanya, tokohnya, yang bikin aku bosen atau stuck, haha!
Tapi yang bikin trauma? Hm, hihihi, ada sebenernya, satu penerbit yang
menurutku nggak pernah serius mengedit novelnya karena udah terbit tapi
buanyaak banget kesalahan penulisannya. Tapi demi kepentingan etika, nggak usah
disebut ya! Huahaha, yang jelas penerbit itu sekarang aku hindari dulu untuk
membaca karya-karyanya. (aku curiga sama salah satu penerbit. hahaha)
4. Hehehe mbak dinoy kan udah jadi penulis, editor, dan
proofreader nih, ceritain dong mbak
pengalaman mbak menulis, mengedit dan ngeproofread-ria (?). Ya pokoknya awalnya
gimana kok bisa jadi penulis editor dan proofreader, terus suka dukanya apa, ya
gitulah pokoknya.
Ehm.... Awalnya bisa jadi proofreader dan editor ya
karena tahun lalu aku mengajukan diri ke penerbit, karena aku merasa dengan
udah makin sering baca dan tahu KBBI kejelianku jadi terasah. Karena sering
meresensi buku pula aku juga bisa mengulas kelebihan dan kekurangan suatu buku,
dan itu membantu banget saat membaca naskah. Pengalaman menarik saat memeriksa
naskah, banyak sih ya... terutama ilmu bertambah karena semakin banyak partner
(rekan editor atau rekan penulis) maka semakin banyak pula gaya penulisan yang
aku kenal. Sering kesel juga saat naskah masih banyak salah jadi aku puyeng
ngerjainnya, tapi lama-lama aku mikir itu malah jadi pembelajaran yang baik
buatku.
Nah untuk jadi penulis, itu memang seperti mimpi yang
jadi nyata. Maksudnya penulis yang karyanya dibukukan, yaa. Awalnya karena ada
kompetisi menulis, aku ikut, dan ternyata jadi salah satu pemenang dan
tulisanku dibukukan di buku antologi. Novel pertamaku yaitu Get Lost juga
diawali karena lomba, hehe, aku ikutan lomba menulis di suatu penerbit tapi
kalah sih... lalu kukirim ke penerbit lain dan ternyata diterima. Maksudku,
gara-gara tahu ada lomba itu aku jadi termotivasi menyusun naskah Get Lost
bener-bener dari nol, terpacu karena deadline-nya. Jadi meskipun kalah tapi kan
sudah ada satu naskah untuk diajukan ke penerbit lain. (jadi kepikiran ngirimin naskah hasil kalah lomba ke penerbit hehehe) Senengnya jadi penulis
ya seneng dan bangga ada tulisan yang dibukukan, lalu seneng ketika ada
teman-teman pembaca yang bilang suka baca tulisanku. Lalu, seneng juga tentunya
ketika nerima royalti! Ahaha. Dukanya, hm, sebenernya bukan duka sih, tapi
seneng juga, hehe yaitu ketika baca kritikan teman-teman pembaca tentang
kekurangan novelku. Masukannya bikin aku berkaca, karena memang aku mengakui
tulisanku banyak kekurangannya dan pendapat mereka berguna untuk perbaikanku.
5. Kasih
kesan-kesan dong mbak gimana rasanya jadi guest di blognya Wenny hehehe (?)
Hehehe, kesannya ya seneng laah,
bisa berkunjung di blog temen BBI lainnya. Aku pernah beberapa kali main ke
blognya Wenny, baca artikel baik resensi maupun nonresensi. Seneng aja bacanya,
cara ngeresensinya bikin ngikik tapi yang disampaikan banyak yang tepat
sasaran! (dan Wenny pun tersipu malu) :D Jadi kan selingan juga karena aku merasa cara meresensiku standar
aja, hihi. Lalu pernah baca artikel nonresensinya, tentang pendapat sekitar
buku atau kebiasaan membaca juga bikin angguk-angguk kepala karena berasa
curhat sendiri tapi diwakilin sama Wenny. Hehehe, jadi ya seneng bisa main-main
ke widybookie.blogspot.com siapa tahu bisa ikut ketularan gokilnya Wenny yaa!
^^ Makasih ya Wenny buat kesempatannya boleh bertamu di blog bukumu. *peluks* *ciums*
Hehehe...
Sekian dulu ya guest post acakadut kali ini (bukan guestnya yang acakadut, tapi hostnya) (abaikan saja). Mari kita doakan Wenny yang akan mengikuti UTS untuk dua minggu ke depan.
^mulai deh curcol lagi
Aku juga kalau suka satu baju akan pake baju itu terus, sama hal kayak makan, gak bosen tuh makan tahu goreng terus-terusan selama sebulan :D
ReplyDeleteKalau baca buku, sebenarnya dulu tipe monogami, tapi sekarang jadi mudah teralihkan, sejak aku kenal Kak Dinoy.
Jadi, Widy, ati-ati ya :(
ga pernah bisa poligami.. dulu pernah nyoba, tapi pas balik dari 'selingkuhannya' pasti diulang baca dari awal.. :P emang malah bagus monogami ya? aq malah mikirnya kalo bisa poligami kan bacanya lebih cepet, timbunan juga cepet habis... hehehee
ReplyDeleteEh, aku poligami loh #bangga Tapi, mesti kelar walau, nggak tentu kapan selese nya ;D
ReplyDeleteaku akuuu monogami :D soalnya kaya merasa berdosa kalo menelantarkan satu buku yang belum selesai hehehe... pdhl kalo dalam hal lain, aku termasuk yg takut sama komitmen lhooo *curcol*
ReplyDeleteEntah saya golongan monogami atau poligami. Tapi terkadang, kalo lagi baca buku yang gak sreg sama seleraku, saya menelantarkan gitu aja. Udah. Setelah itu gak dilirik-lirik lagi. Hahaha. Pembaca yang sadis ya. :D
ReplyDelete