Tuesday, April 23, 2013

[Review] The Geography of Bliss by Eric Weiner


Judul : The Geography of Bliss

Penulis : Eric Weiner

Penerbit : Qanita

Terbit : November 2011

Halaman : 512

Rating : 4-stars


Thanks for the book, Mizan!

Perjalanan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah perjalananku.

Kisah Seorang Penggerutu yang Berkeliling Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan.
Eric Weiner, seorang jurnalis, berkeliling dunia (dengan dana dari orang lain) untuk mencari negara paling membahagiakan. Dalam buku ini, ia berkeliling ke sepuluh negara: Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, Moldova, Thailand, Britania Raya, India, dan Amerika Serikat. Begitu kalian membaca buku ini, aku yakin kalian akan menilai buku ini sebagai buku yang sangat brilian. Tapi aku menyarankan untuk tidak membaca edisi terjemahan bahasa Indonesia, karena terjemahannya, yah, tidak mengalir.


Hal ini menjelaskan mengapa dunia usaha berikut begitu popular, yaitu pornografi dan kafe. Orang Amerika unggul dalam yang pertama, sedangkan orang Eropa berbuat dengan lebih baik pada usaha yang kedua.

Pada bab pertama, Eric mengamati Belanda. “Kebahagiaan adalah angka”, katanya. Mewawancarai beberapa orang. Sedikit berkomentar tentang betapa kafe adalah keunggulan masyarakat Eropa, masyarakat yang begitu berbudaya. Dan tentu saja: betapa masyarakat Belanda melakukan riset tentang kebahagiaan yang tak lebih dari sekedar angka.


Orang Swiss? Orang Swiss yang menyenangkan, netral, membawa pisau tentara, memakai arloji, dan makan cokelat? Ya, Swiss yang itu.

Pada bab kedua, tentang Swiss, di mana “Kebahagiaan adalah kebosanan”, kita bisa melihat bahwa Swiss, negara yang “sempurna” menurut kita yang hidup di negara berkembang, justru menyimpan kebosanan. Segalanya sudah terlalu sempurna untuk menciptakan harmoni.


Namun, saya ragu. Apakah Bhutan sebenarnya merupakan “laboratorium perbaikan manusia” sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang pengamat?

Bab ketiga, tentang Bhutan. “Kebahagiaan adalah kebijakan”. Negara di kawasan Himalaya ini menurutku cukup… entahlah… dengan “kebijakan kebahagiaan”nya. Silakan cari tahu sendiri.

Tidak, aku tidak berniat untuk mengungkapkan kepada kalian tentang kesepuluh negara yang Eric tuliskan dalam buku ini. Aku ingin kalian membuktikan bahwa penulis, bukan penerjemah buku ini, sangat brilian. Amat sangat brilian. Ada wawasan baru tentang dunia di setiap halaman buku ini. Selera humor (yang menurut kita orang Indonesia mungkin tak seberapa lucu) yang menjadi bumbu buku ini. Buku yang tak terlalu berat untuk anak berusia 17 tahun sepertiku, namun berbobot. Berat, namun tak berbobot. Menarik!

Namun, mengingat tujuan utama Eric melakukan perjalanannya -- Mencari Negara Paling Membahagiakan--, aku belum menemukan kesimpulannya. Seperti setiap eksperimen, ketika ada tujuan, di situ selalu ada kesimpulan. Sayang, belum ada kesimpulan yang berarti. Aku menantikan sebuah “Jadi negara paling membahagiakan adalah Indonesia” atau “Jadi sebenarnya kebahagiaan itu tentatif” atau entahlah.

Satu hal yang paling aku sayangkan adalah terjemahannya!

No comments:

Post a Comment

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...