Judul : The Geography of Bliss
Penulis : Eric Weiner
Penerbit : Qanita
Terbit : November 2011
Halaman : 512
Rating : 4-stars
Thanks for the book,
Mizan!
Perjalanan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah perjalananku.
Kisah Seorang Penggerutu yang Berkeliling Dunia Mencari
Negara Paling Membahagiakan.
Eric Weiner, seorang jurnalis, berkeliling dunia (dengan
dana dari orang lain) untuk mencari negara paling membahagiakan. Dalam buku
ini, ia berkeliling ke sepuluh negara: Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia,
Moldova, Thailand, Britania Raya, India, dan Amerika Serikat. Begitu kalian
membaca buku ini, aku yakin kalian akan menilai buku ini sebagai buku yang
sangat brilian. Tapi aku menyarankan untuk tidak membaca edisi terjemahan
bahasa Indonesia, karena terjemahannya, yah, tidak mengalir.
Hal ini menjelaskan mengapa dunia usaha berikut begitu popular, yaitu pornografi dan kafe. Orang Amerika unggul dalam yang pertama, sedangkan orang Eropa berbuat dengan lebih baik pada usaha yang kedua.
Pada bab pertama, Eric mengamati Belanda. “Kebahagiaan
adalah angka”, katanya. Mewawancarai beberapa orang. Sedikit berkomentar
tentang betapa kafe adalah keunggulan masyarakat Eropa, masyarakat yang begitu
berbudaya. Dan tentu saja: betapa masyarakat Belanda melakukan riset tentang
kebahagiaan yang tak lebih dari sekedar angka.
Orang Swiss? Orang Swiss yang menyenangkan, netral, membawa pisau tentara, memakai arloji, dan makan cokelat? Ya, Swiss yang itu.
Pada bab kedua, tentang Swiss, di mana “Kebahagiaan adalah
kebosanan”, kita bisa melihat bahwa Swiss, negara yang “sempurna” menurut kita
yang hidup di negara berkembang, justru menyimpan kebosanan. Segalanya sudah
terlalu sempurna untuk menciptakan harmoni.
Namun, saya ragu. Apakah Bhutan sebenarnya merupakan “laboratorium perbaikan manusia” sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang pengamat?
Bab ketiga, tentang Bhutan. “Kebahagiaan adalah kebijakan”. Negara
di kawasan Himalaya ini menurutku cukup… entahlah… dengan “kebijakan
kebahagiaan”nya. Silakan cari tahu sendiri.
Tidak, aku tidak berniat untuk mengungkapkan kepada kalian
tentang kesepuluh negara yang Eric tuliskan dalam buku ini. Aku ingin kalian
membuktikan bahwa penulis, bukan penerjemah buku ini, sangat brilian. Amat
sangat brilian. Ada wawasan baru tentang dunia di setiap halaman buku ini.
Selera humor (yang menurut kita orang Indonesia mungkin tak seberapa lucu) yang
menjadi bumbu buku ini. Buku yang tak terlalu berat untuk anak berusia 17 tahun
sepertiku, namun berbobot. Berat, namun tak berbobot. Menarik!
Namun, mengingat tujuan utama Eric melakukan perjalanannya
-- Mencari Negara Paling Membahagiakan--, aku belum menemukan kesimpulannya. Seperti
setiap eksperimen, ketika ada tujuan, di situ selalu ada kesimpulan. Sayang,
belum ada kesimpulan yang berarti. Aku menantikan sebuah “Jadi negara paling
membahagiakan adalah Indonesia” atau “Jadi sebenarnya kebahagiaan itu tentatif” atau
entahlah.
Satu hal yang paling aku sayangkan adalah terjemahannya!
No comments:
Post a Comment
Komentarmu, bahagiaku ^^