Thursday, February 5, 2015

[Review] Petir - Dee



Judul: Petir
Seri: Supernova, #3
Penulis: Dee
ISBN13: 9786028811736
Penerbit: Bentang Pustaka
Jumlah halaman: 286
Tanggal terbit: April 2012
(pertama terbit tahun 2004)
Tanggal baca: 2-3 Februari 2015

"Petir itu terjadi kalau atmosfer tidak stabil. Panas bumi membuat udara di permukaan jadi panas dan udara panas ini bergerak naik, terus, teruuus. Lalu, mereka berkelompok di sekitar udara yang lebih dingin, sampai terbentuklah awan kumulonimbus, yang di dalamnya ion positif negatif bergumul, bergumul, jadi kekuatan listrik yang besar, kemudian--BUM!" 

Elektra Wijaya, seorang sarjana dengan masa depan suram yang tinggal bersama Dedi (dari kata Daddy), pemilik usaha Wijaya Elektronik dan Watti, kakaknya. Ibunya meninggal ketika Elektra masih kecil. Babak baru dalam hidupnya terjadi ketika Dedi meninggal karena serangan stroke, sementara Watti menikah dan harus ikut suaminya ke Tembagapura, Papua. Kini tinggallah Elektra sebatang kara menghuni Eleanor, rumah besar berarsitektur Belanda milik ayahnya, dengan setumpuk urusan administrasi Wijaya Elektronik dan fakta bahwa banyak piutang yang tak tertagih.

Di tengah kesebatangkaraan dan keputusasaannya, datanglah sebuah surat dari STIGAN, Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional, yang memintanya untuk menjadi asisten dosen di sekolah tinggi tersebut. Surat macam apa ini? Bahkan Elektra tidak merasa memiliki keahlian apapun dalam bidang keilmugaiban. Ia lantas merasa diawasi setiap saat. Elektra pun kemudian datang ke tempat seorang dukun. Tak disangka, Elektra justru menyetrum dukun tersebut! Tak sampai di situ saja, ia sempat membuat semacam tarian pemanggil petir sampai sebatang pohon asam tersambar petir dan terbakar dengan begitu menyedihkan.

Gadis itu akhirnya bertemu Ibu Sati, seorang paranormal keturunan India yang dapat bermeditasi sampai badannya melayang! Dan dari Ibu Satilah Elektra akhirnya menemukan keahliannya.

Masa depannya yang suram lantas minggat entah kemana saat Ibu Sati memberinya ilham untuk membuat warnet di tubuh Eleanor. Bersama Mpret dan Kewoy, akhirnya Elektra mengubah Eleanor menjadi warnet, rental PS, home theater, distro, sekaligus warung makan.

Dan klinik pengobatan.

"Setelah kamu paham betul itu, sadar bahwa keterpisahan hanyalah ilusi maka kamu juga bisa lepas dan eksklusivisme yang selama ini memisahkan manusia dengan alam. Kita tidak memiliki apa-apa, Elektra. Kita hanya peminjam yang terpikir bahwa kita ini pemilik. Lucunya, ketika kita bersikap eksklusif, kepemilikan kita sangat terbatas. Sementara kalau kita sadar semua ini cuma titipan, mendadak kita bisa mendapatkan apa saja."

--o--



Karena aku sudah membaca KPBJ dan Akar yang membuatku sukses garuk-garuk kutu di kepala saking beratnya bahasan kedua novel tersebut, aku membuka halaman pertama Petir dengan sebelumnya mempersiapkan kapasitas otak yang cukup. Maksudku, dengan sangat sok tahu, aku berpikir bahwa Petir juga akan jadi bacaan yang berat dan memaksa otak memanggil kembali memori mata pelajaran masa SMA-ku. Namun ternyata, taraaaaa, kejutan, aku malah dibuat ngakak terjungkal-jungkal gara-gara baca buku ini. Selamat tinggal ilmu pengetahuan!

Sebelum memulai kisah bersama tokoh utama Petir, pembaca dipertemukan kembali dengan Ruben dan Dimas, dua karakter yang ada pada buku pertama, KPBJ. Surel dari Gio yang mencantumkan "Supernova" menghidupkan lagi keduanya. Selanjutnya cerita beralih kepada Elektra, sang tokoh sentral dari Petir.

Diceritakan dari sudut pandang Elektra Wijaya, novel ini terasa berbeda dengan seri Supernova yang lain. Bahasanya segar dan sangat menghibur. Karakter Elektra yang polos, membumi, nyunda dan apa adanya digambarkan dengan sangat baik. Cara bercerita Elektra ini membuatnya menjadi karakter yang memorable, berciri khas dan tentu saja unik. Hal ini membuat Petir istimewa dibandingkan pendahulu-pendahulunya karena pembaca tak perlu memutar otak terlalu keras.

Bagian yang membuatku sangat terhibur adalah pertemuan pertama Elektra dengan internet (dan teknologi lainnya). Aku kembali ingat pada masa-masa di mana pertama kali aku mengenal internet, mungkin sama noraknya dengan cewek ini. Herannya, kalimat paling remeh pada bagian ini pun membuatku terjungkal-jungkal menahan tawa. Selera humorku dalam bahaya 😅

Walaupun menggunakan gaya penceritaan yang ringan, Petir juga menghadirkan berbagai pelajaran hidup, terutama tentang filsafat dan spiritual. Pelajaran hidup yang sebenarnya berat ini dihidangkan dengan cara berbeda, menyebabkan buku ini terasa unik.

Di akhir cerita, muncul sosok Bong, teman Bodhi yang muncul di episode Akar - yang ternyata adalah sepupu Mpret. Hubungan antara tokoh-tokoh dari buku lain ini memang belum terungkap pasti, namun kemunculan-kemunculan ini justru membuatku penasaran tentang apa sebenarnya hubungan mereka dan apa yang sebenarnya terjadi.

Ya, walaupun sebenarnya agak gimana gitu karena di balik karakter Elektra yang nyeleneh aku sempat mendesah "ah, gini doang?", tapi aku tetap menyukai Petir. Karakter yang kuat dan beda dari episode lain yang berat membuat buku ini unik.

Rating:
⭐⭐⭐

src

Kamu udah baca Petir? Menurutmu gimana?

No comments:

Post a Comment

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...