Friday, May 23, 2014

[Review] Eliana - Tere Liye

Judul: Eliana (Serial Anak-anak Mamak, #4)

Penulis: Tere Liye

ISBN13: 9786028987042

Penerbit: Republika

Jumlah halaman: 519

Tanggal terbit: 4 Januari 2011

Rating: 4/5






"Jangan pernah membenci Mamak kau, Eliana. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari semua pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian."

Eliana, si sulung yang keras kepala dan berani menghadapi banyak hal lebih dari kawan-kawannya. Bersama Pukat, Burlian dan Amelia menjalani hari-hari yang indah di tengah keluarga mereka. Bersama geng 'Empat Buntal' yang terdiri dari Eliana, Hima, Damdas dan Marhotap --dan belakangan Anton bergabung dalam geng tersebut-- memantau tambang pasir yang terus mengeruk keindahan alam kampung mereka.

--o--

Buku keempat dari serial Anak-anak Mamak, tapi terbit pada urutan ketiga setelah Burlian dan Pukat. Agak bingung dengan urutannya? Iya, aku juga. Apa kabar dengan Amelia yang merupakan buku pertama tapi terbit terakhir? Tuh udah ada di rak bukuku, tinggal dibaca aja *eh*

Pada bagian awal novel, pembaca ditunjukkan pada watak Eliana yang keras dan berani dengan sebuah teriakan fenomenal: "JANGAN HINA BAPAKKU!!". Di sini aku bisa melihat ke mana arah cerita novel ini akan mengalir, termasuk watak yang akan Eliana bawa sampai novel ini berakhir. Namun aku terpaksa harus kehilangan fokus ketika dunia kanak-kanak Eliana mulai membombardir isi cerita novel ini.

Cerita tentang sekolah Eliana mulai sedikit mengambil alih jalan cerita. Tentang sekolah yang sederhana dengan hanya satu guru tetap, Pak Bin, yang harus mengajar enam kelas. Tentang Marhotap yang jarang mandi tetap tiba-tiba mengambil alih posisi Eliana sebagai anak emas Pak Bin. Tentang Anton yang menantang emansipasi dan memaksa Eliana mengumandangkan adzan di masjid. Cerita-cerita itu sangat menarik, tentu saja, tapi aku agak merasa gagal fokus aja. Oh, tapi jujur saja cerita-cerita ini justru membuat cerita tentang pasir-pasiran hadir dalam porsi yang tak berlebihan, alhasil aku tidak sempat menderita kebosanan.

Tentang Empat Buntal, geng ini membuatku kembali ingat bahwa tokoh dalam novel ini memang masih anak-anak. Ya jujur saja karena tema novel ini agak berat dan pola pikir Eliana juga agak berat, kadang aku lupa kalau novel ini tokohnya masih anak-anak. Aku merasa Empat Buntal agak "menyelamatkan" novel ini dari kegamangan usia (?) para tokohnya. Aku suka Marhotap, sayang Marhotap harus *sinyal error* *baterai habis* *skip*.

Ada satu bagian dalam buku ini yang menurutku agak jleb untuk dibaca, setidaknya untuk diriku pribadi. Kejadian pukul dua belas malam di rumah Wak Yati. Seketika aku kangen ibuk -_- Oh kenapa aku harus membaca buku ini di tanah rantau, kenapa -_-

Setelah membaca novel ini, aku agak merenung. Apasih kerjaanku waktu aku berumur dua belas tahun, waktu aku kelas 6 SD? Sedangkan Eliana yang masih semuda itu sudah menyadari banyak hal, tentang masalah lingkungan yang terancam, tentang sistem birokrasi yang karut-marut, tentang hukum yang bermasalah... Kadang aku berpikir Eliana terlalu tua untuk umurnya, atau memang aku aja yang waktu kelas 6 SD belum bisa apa-apa? -_-

nb: buku ini hasil minjem, hahaha -_-

No comments:

Post a Comment

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...