Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Jumlah halaman: 390
Tanggal terbit: November 2013
Rating: 3/5
"Hidup ini dipergilirkan satu sama lain. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Kadang kita tertawa, lantas kemudian kita terdiam, bahkan menangis. Itulah kehidupan. Barang siapa yang sabar, maka semua bisa dilewati dengan hati lapang."
Amelia, si bungsu dari empat bersaudara ini disebut-sebut sebagai yang terkuat dan memiliki kepedulian tinggi. Bersama teman-temannya: Maya, Tambusai dan Norris, ia berusaha meyakinkan warga kampung untuk mengganti pohon kopi mereka yang selama ini kurang produktif dengan bibit pohon kopi terbaik yang ia temukan di tengah hutan.
--o--
Sepertinya banyak yang kurang puas dengan cover buku ini ya? Oh, sungguh aku nggak peduli dengan covernya ._.
Ini buku Tere Liye pertama yang memaksaku untuk menggelontorkan bintang kurang dari empat. Apakah buku ini jelek? Nggak juga. Banyak hal yang bisa kita dapatkan dari buku ini walaupun ceritanya sangat sederhana. Tentang bermain dalam peran masing-masing, tentang kasih sayang orangtua, tentang memperjuangkan perubahan...
Oh ya, kebetulan saat membuat review ini aku baru membaca Eliana dan Amelia. Apa di buku Pukat dan Burlian juga ada bagian tentang Mamak yang juga beresiko bikin aku nyesek. Tadinya aku pikir cuma aku aja yang galau saat merantau, tapi setelah membaca kegalauan Mamak saat Eliana pergi dalam novel ini, aku pun menyadari bukan cuma aku yang galau huhuhu
Kembali lagi ke bintang yang kurang dari empat. Apa yang bikin aku nggak sreg sama Amelia?
Pertama, ini Amelia umur berapa sih? Tere Liye kayaknya lupa menjelaskan, atau memang sengaja nggak menjelaskan? Bahkan Tere Liye menyebutkan kalau Eliana saat itu duduk di kelas tujuh. Jadi dengan fakta bahwa Eliana duduk di kelas tujuh dan masih ada Pukat serta Burlian, aku asumsikan aja Amelia ini kelas dua atau tiga sekolah dasar. Oh, anggap aja kelas tiga SD.
Kalau aku mengasumsikan Amelia kelas tiga, ada yang ganjil lagi. Kelas tiga SD udah diajari cara mencangkok? Generatif dan vegetatif? Letak Laut Kaspia di peta dunia? Seingatku dulu aku belajar semua itu saat kelas lima atau enam. Atau kurikulum jaman Amelia ternyata lebih maju daripada kurikulum jamanku? Nggak tahu juga.
Kedua, ini Amelia umur berapa sih (ini sengaja pertanyaannya diulang, biar greget). Sekali lagi aku asumsikan Amelia duduk di kelas tiga. Tapi jalan cerita ini sungguh terlalu dewasa untuk anak seumuran siswa kelas tiga SD. Sebenarnya aku juga merasa kisah Eliana di bukunya juga terlalu dewasa untuk anak kelas enam sekolah dasar, tapi kisah Amelia ini sungguh terlalu dewasa bahkan untuk anak kelas enam SD sekalipun. Bahkan geng Amelia yang nggak jelas namanya itupun nggak banyak membantu kegamanganku ini.
Ketiga, ini sebenarnya kealpaan kecil penulis aja. Di buku ini, disebutkan bahwa ketika dua minggu sebelum Eliana ujian, ada banyak orang yang datang ke rumah mereka, termasuk Marhotap (teman sekelas Eliana yang hilang ketika menyerang tambang pasir). Sedangkan di buku Eliana, dikisahkan bahwa tiga bulan sebelum ujian, geng Empat Buntal melakukan penyusupan ke tambang itu, dan saat terjadi penyusupan itu Marhotap sudah lama sekali menghilang. Kalau H-3 bulan ujian aja Marhotap sudah menghilang, bagaimana bisa H-2 minggu sebelum ujian Marhotap tiba-tiba nongol di rumah Amelia tanpa dosa begitu? Sungguh, ada yang aneh dengan hidup ini.
Terus bagaimana pula Damdas bisa berubah wujud jadi teman sekelasnya Pukat?
Karena Amelia ini anak bungsu, aku merasa kedekatan tersendiri dengannya karena aku juga anak bungsu di rumah (kemudian aku pun berencana membentuk sebuah geng dengan nama Geng Anak Bungsu) (oke abaikan saja semua ini). Kegalauan kami juga sama: andai saja aku bukan anak bungsu. Anak bungsu nggak boleh nyuruh-nyuruh. Diledekin manja, doyan nangis dan lain sebagainya (ketahuan nggak bisa move on).
Oh ya, ada satu hal yang entah kenapa selalu membuatku geli setiap membacanya. Ada Chuck Norris di novel ini :D
berasa meme -_- |
Aku udah punya buku kedua, Burlian. Tapi nyari Pukat susah bener nih -_-
No comments:
Post a Comment
Komentarmu, bahagiaku ^^