Sunday, January 15, 2017

[Review] Winter in Tokyo - Ilana Tan


Judul: Winter in Tokyo
Penulis: Ilana Tan
Series: Season Series, #3
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN13: 9789792239836
Jumlah halaman: 320
Tanggal terbit:
Agustus 2008 dengan kover lama, Oktober 2014 dengan kover baru.
Tanggal baca (ulang): 14 Januari 2017

Apartemen yang terletak persis di depan apartemen Ishida Keiko akhirnya memiliki penghuni baru: pria Jepang yang sudah sepuluh tahun tinggal di New York, Nishimura Kazuto. Kazuto sendiri memilih pindah ke Tokyo karena patah hati setelah wanita yang sudah bertahun-tahun ia cintai, Iwamoto Yuri, ternyata memilik akan menikah dengan sahabatnya sendiri. Sementara Keiko sudah tiga belas tahun mencari cinta pertamanya, Kitano Akira, yang sudah membantunya menemukan kalung kesayangan Keiko.

Ketika Keiko akhirnya bertemu dengan Akira, pria itu ternyata tidak ingat dengan kejadian tiga belas tahun yang lalu. Namun Akira jelas menunjukkan ketertarikan padanya. Di sisi lain, Kazuto makin hari ternyata makin membuat Keiko salah tingkah. Dan hari itu, Kazuto meminta Keiko untuk melupakan Akira dan mulai melihatnya.

“Bisakah kau melupakannya dan mulai benar-benar... benar-benar melihatku?”

Namun apa yang terjadi ketika justru Kazuto yang melupakan Keiko?


--o--

source

Ini untuk kedua kalinya aku menuliskan review Winter in Tokyo di Widy Bookie. Empat tahun lalu, aku pernah menuliskannya, dengan bahasa yang super duper alay dan isinya ocehan sotoy semua. Aku bersyukur, ternyata usia memang mengubah perangai orang. Termasuk perangaiku dalam mereview karya orang lain.

Buku ini adalah buku ketiga dari serial legendaris Ilana Tan yang satu ini, namun aku membacanya terakhir. Sekali lagi, aku tidak menyesal karena membaca seri ni secara tidak berurutan. Karena menurutku, Winter in Tokyo justru lebih mengena dibandingkan buku terakhir, Spring in London.

Masih dengan gaya bahasa Ilana Tan yang khas, cerita Ishida Keiko dibawakan dengan sangat memikat. Aku merasa sudah terlalu sering membahas gaya bahasa penulis yang satu ini, jadi daripada pembaca blogku bosan, lebih baik kita bahas hal lain saya.

Kenapa harus takut gelap kalau ada banyak hal indah yang hanya bisa dilihat sewaktu gelap?

Yang spesial dari buku ini dibandingkan ketiga temannya adalah konflik yang padat. Nuansa cerita memang tidak terlalu dark, tapi terasa lebih berat karena konflik yang penulis ceritakan cukup rumit. Dan walaupun ending cerita ini tetap saja tertebak, namun cara penulis mengolah konflik terasa sangat baik. Tensi cerita terjaga dengan rapi, naik turunnya pas, dan diakhiri dengan baik.

Di luar penyakit pasaran yang mungkin sudah 3957648 kali dipakai oleh sinetron Indonesia, menurutku hal inilah yang membuatku tidak bisa melepaskan novel ini dan memutuskan untuk membacanya sekali duduk. Berbeda dengan ketiga temannya, Winter in Tokyo bisa membuat pembacanya penasaran, walau sekali lagi, endingnya amat sangat udah ditebak. Sayangnya, ada beberapa hal yang menurutku tanggung, seperti betapa orang ketiga dan keempat dengan begitu mudahnya ikhlas lillahi ta'ala menyerahkan seluruh tumpah darahnya untuk akhir cerita yang kita semua harapkan. Tapi pun seandainya tokoh-tokoh ini diolah, hai, Ilana Tan mau bikin novel berapa halaman? Ini aja udah tebal.
Untuk ukuran metropop GPU, maksudku.

Dan, halo, jika seandainya semua penyakit bisa sembuh semudah itu, dokter dan perawat dan apoteker bisa bangkrut. Dan aku akan memutuskan untuk pindah jurusan kuliah  ke sastra tagalog dan melupakan skripsiku.

Kali ini Ilana Tan menghadirkan Ishida Keiko dan Nishimura Kazuto sebagai tokoh utama novelnya. Ishida Keiko digambarkan sebagai blasteran Jepang-Indonesia, pekerja perpustakaan yang suka baca buku-buku tebal termasuk yang berbahasa Inggris, dan suka berimajinasi macam-macam sehingga cenderung paranoid. Yang menjadi ciri khas di sini adalah imajinasinya, namun sayangnya aku tidak melihat ciri khas itu dengan matang diolah. Dan lagi, aku gemas karena, kenapa Keiko nggak bilang dari awal? Menurutku alasan yang Keiko berikan justru membuatku ingin melempar sandal Hello Kitty.

Sementara Nishimura Kazuto adalah orang Jepang asli, walaupun tinggal bertahun-tahun di New York. Yang spesial dari seorang Kazuto adalah dia seorang fotoragrafer, dan hal ini sukses membuat Winter in Tokyo menjadi novel yang sangat-sangat-sangat romantis, jauh melebihi ketiga teman sepermainannya. Aku suka cara Ilana Tan menggambarkan foto Keiko ketika berjaket hijau itu, karena seakan-akan aku bisa melihatnya sendiri. Sejauh ini aku sangat menyukai Kazuto, sayangnya aku tidak bisa membayangkan fisiknya secara jelas karena penulis tidak menjelaskannya di dalam cerita. Dan setiap kali Kazuto muncul, yang ada di bayanganku adalah Bambam. GOT7. Which is orang Thailand.
Jangan bahas pemeran Kazuto di film ya. His face is too old for this character, seriously.

Sekali lagi, aku suka Kazuto. Sementara menurutku Keiko biasa aja, nggak beda jauh sama kedua teman sepermainannya (salah satu karakter wanita di serial ini berbeda, tentu saja).

Selanjutnya, aku selalu suka prolog dan epilog serial ini, namun prolog Winter in Tokyo menurutku sangat manis. Epilognya juga bagus, hanya saja aku lebih suka epilog Autumn in Paris yang bikin hatiku tersobek-sobek.

source


Over all, aku suka novel ini. Walaupun aku mulai lelah dengan si penyakit sejuta sinetron dan si karakter wanita menurutku not that special sampai harus diperebutkan si fotografer romantis dan si dokter baik hati, tapi cara penyampaian cerita sangat baik.

Btw, dok, daripada rebutan cewek sama orang lain, mending sama saya aja. 21 tahun, single, satu setengah tahun lagi jadi apoteker, sayang keluarga, dan tidak manja.

Apa yang sudah dilakukannya sampai bisa membuat anda terinspirasi?

…. Dia tidak melakukan apa-apa…. Dia juga tidak perlu melakukan apa-apa.  Yang paling penting adalah kenyataan bahwa dia ada dan saya melihatnya….. Yang harus saya lakukan hanyalah melihatnya. Hanya melihatnya.  Dan saya akan merasa bisa menghadapi segalanya.  Saya hanya berharap dia bisa melihat saya. 

Rating: ⭐⭐⭐⭐ 


6 comments:

  1. Ah, kalau membahas serial 4 Musim ini nggak lepas sama tiga buku lainnya. Saling berhubungan walau hanya sedikit. WIT konfliknya padat, cepat dan nggak bikin bosan. Aku tertarik sama Keiko yang seorang pustakawati-profesi impian aku. Autumn in paris still my fav, siapa yang nggak depresi kalau takdir nggak merestui cinta Fujitatsu dan Victoria. huhu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, tiap ngereview salah satu, bawaannya pasti bandingin sama temen2nya. Menurutku pekerjaan Keiko kurang dimanfaatkan buat memperkaya cerita sih, sayang aja.
      Autumn favoritku juga, lebih karena dia beda sama temen2nya. Tapi aku juga suka winter karena walau nggak beda2 bgt tapi ceritanya lbh bikin penasaran.

      Delete
  2. Wah review novel Ilana Tan... Aku suka semua novel Ilana Tan, kalimat-kalimat di semua novelnya selalu manis dan sukses bikin aku yg sebelumnya gk suka novel cinta-cintaan jadi jatuh cinta dgn tetralogi empat musim, sunshine becomes you, dan in a blue moon. Aku suka sama cerita ini apalagi kisah si keiko yg salah orang soal cinta pertamanya. Tapi tetep aja Autumn In Paris is my fav, uhhh baca Winter In Tokyo pasti keinget Autumn In Paris terutama kalau ngebahas kamar yg di tempatin sama Kazuto...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dan lagi, autumn in paris dan winter in tokyo sama2 punya tokoh cowok yg manis ♡♡♡♡♡♡

      Delete
  3. Ahhh sampe sekarang aku masih belom sempet baca novel ini. Pertama denger novel ini katanya seru, tapi temenku yang lain bilang kurang asik di beberapa part.. Tapi kayanya setelah baca ulasan lengkapnya di sini, malah jadi pengen baca.. Huhuhu.. Dilema ga jelas gini.. >,<

    ReplyDelete

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...